Meskipun Pamit, Tupperware Berhasil Bangun 3 Brand Storytelling Ini

Meskipun Pamit, Tupperware Berhasil Bangun 3 Brand Storytelling Ini

Posted by Fullstop Indonesia on 24 April 2025

Melansir dari CNBC Indonesia, brand wadah makanan yang telah berdiri sejak tahun 1946 dengan Founder Earl Tupper ini sebenarnya telah mengajukan bangkrut sejak September 2024 lalu.

Mengenai kebangkrutannya, FULLSTOP Branding Indonesia menilai ritme bisnis seperti ini wajar terjadi. Apalagi dengan track record Tupperware yang bukan 1 atau 2 tahun berdiri sebagai brand terpercaya. Berbagai solusi telah dilakukan pihak manajemen Tupperware hingga mengubah sistem penjualan langsung, namun hasilnya juga masih nihil.

Secara resmi, sebenarnya Tupperware telah tutup di Indonesia sejak 31 Januari 2025. Namun pengumuman yang dipost di Official Instagram Tupperware Indonesia baru saja dilakukan awal-pertengahan April lalu.

Source: Official Website RRI

Dengan menyertakan pesan “Ayah, bunda, kakak dan adik. Jangan dihilangin lagi Tupperwarenya ya, gak ada gantinya lagi loh sekarang.” seolah menjalankan brand re-call di seluruh lintas generasi, maka di titik inilah FULLSTOP Branding Agency Indonesia tertarik untuk share ke teman-teman UMKM dan family business owner tentang brand storytelling yang membangun brand positioning Tupperware menjadi sekuat ini (bahkan sampai di momen berpamitan).

FULLSTOP Creative Agency Indonesia yang juga sempat cek beberapa komentar loyal customer Tupperware di postingan pamitannya pun jadi kagum dengan pendekatan Tupperware –yang sejujurnya seolah effortless (karena memang brand positioning-nya kuat secara awareness dan cerita yang tumbuh dari keseharian audience).

So, brand storytelling seperti apa sih yang ditinggalkan Tupperware sehingga menjadi brand wadah makanan yang tetap punya “cerita” bahkan setelah pamit?

Sini-sini FULLSTOP Branding Indonesia ceritain!

  1. Rewelnya Ibu-Ibu Saat Tupperware Hilang atau Ketinggalan

Terlihat dari pesan terakhir Tupperware Indonesia agar customer-nya selalu menjaga Tupperware yang ada di rumah, dari pesan ini juga FULLSTOP Branding Agency Surabaya sendiri langsung seolah di-remind dengan kenangan saat menggunakan salah satu produk Tupperware. Nggak hanya itu saja, cerita antar generasi yang seolah selalu sama tentang ibu yang rewel dengan Tupperware yang “hilang” atau “ketinggalan” justru jika ditarik ke kacamata branding, cerita menarik ini menandakan bahwa Tupperware cukup kuat secara branding positioning.

Dilihat secara pricing strategy, Tupperware memang memiliki segmen pasar spesifik di kelas ekonomi tertentu. Selain itu, ibu-ibu juga biasanya membeli Tupperware di momen-momen tertentu seperti arisan, atau memang kumpul dengan komunitas yang juga memiliki lifestyle yang relevan dengan audience Tupperware.

Mengapa hal ini berpengaruh?

Jika koleksi Tupperware hilang begitu saja, harganya yang cukup dipertimbangkan customer tentu menandakan produk satu ini juga kuat secara kualitas. Meskipun mahal, namun loyal customer-nya pun tetap bersedia untuk repeat order, bahkan sampai mengingatkan anggota keluarganya agar tidak hilang dan ikut merawat koleksi Tupperware mereka.

Menurut FULLSTOP Creative Agency Surabaya, melalui cerita menarik dan dekat dengan keseharian audience ini, dapat menjadi koneksi emosional yang mendukung brand positioning Tupperware sendiri. 

  1. Membangun Komunitas Bahkan “Arisan Tupperware”

Seperti yang FULLSTOP Branding Indonesia sebutkan di poin sebelumnya, Tupperware punya brand positioning cukup kuat. Kekuatan Tupperware di sudut pandang FULLSTOP Branding Agency Indonesia bukan sekadar kuat di momen tertentu, tapi meskipun harganya menjangkau audience yang spesifik Tupperware tetap membangun jalur distribusinya justru semakin kreatif.

Melansir dari Tempo, metode penjualan atau pemasaran Tupperware menggunakan metode direct selling. Merupakan metode penjualan yang langsung dijalankan oleh member atau salesforce Tupperware (tanpa adanya e-commerce atau offline store seperti toko alat dapur dan sejenisnya), di sinilah strategi penjual dapat menjadi perpanjangan tangan Tupperware yang mengekspansi penjualan.

Hadir sebagai bagian dari acara-acara tertentu, di komunitas yang interest dengan Tupperware dapat menjadi metode direct selling berjalan dengan efektif. Perbedaan direct selling dengan metode sales melalui MLM ada pada distribusi yang dijalankan. Jika MLM mengandalkan pertumbuhan sales untuk persebaran penjualan, direct selling lebih kepada mempercayakan member (sales force) untuk menjual langsung ke kelompok audience yang relevan.

Sehingga nggak heran ibu-ibu juga tertarik saat terdapat komunitas atau kelompok sosial yang menjalankan “arisan Tupperware”. Menurut pandangan FULLSTOP Creative Agency Indonesia inovasi penjualan ini justru lahir sebagai win-win solution namun tetap dapat menjangkau audience (karena metode penjualannya yang bermain di jangka waktu). Jika seseorang mendapatkan undian arisan, maka anggota tersebut tidak perlu membayar kembali karena memang telah rutin membayar arisan setiap bulannya.

  1. Tupperware: Warisan Emosional Antar Generasi

Poin terakhir menjadi “gong” kekuatan storytelling pada brand legend satu ini. Hidup tidak pada jangka waktu yang singkat, Tupperware secara tidak sadar juga menjadi warisan yang terus menerus tidak berhenti hanya pada satu generasi.

Maksudnya bagaimana ya?

Misal seorang ibu telah mengoleksi Tupperware dan mengandalkan varian produk ini untuk berbagai kebutuhan di dapur, maka tentunya anak dan cucunya juga akan menikmati kualitas Tupperware sendiri.

Setelah si ibu meninggal dunia, maka anaknya akan juga memberikan kenikmatan dari berbagai varian Tupperware untuk generasi berikutnya. Setiap generasi punya cerita tersendiri. Nah, menurut FULLSTOP Branding Indonesia dari cerita-cerita mereka inilah Tupperware justru kuat dengan niche-nya serta brand storytelling yang membekas sepanjang masa.

Alasan Tupperware Memiliki Kesan Branding “Luxury” dari 3 Brand Storytelling Ini

Kira-kira menurut teman-teman alasannya kenapa?

Kalau di sudut pandang FULLSTOP Branding Indonesia alasannya karena Tupperware tetap menjadi dirinya sendiri.

79 tahun menjadi brand legend, Tupperware tetap menggunakan “direct selling”, tetap juga mempertahankan standar produknya yang berkualitas tinggi, tidak bermain pricing strategy karena memang Tupperware fokus pada niche bisnisnya yang segmented serta otentik.

Hasilnya tidak hanya soal 3 brand storytelling ini saja, tapi menurut FULLSTOP Branding Indonesia Tupperware juga membuktikan bahwa konsistensi dalam menguatkan brand positioning dapat dilakukan teman-teman UMKM dan family business owner juga.

Inilah salah satu contoh good brand activation yang perlu teman-teman family business owner tiru dengan KONSISTEN.

Setuju?

Back To List Blog