Konten FYP Tapi Sepi Order, Di Mana Salahnya?

Konten FYP Tapi Sepi Order, Di Mana Salahnya?

Posted by Fullstop Indonesia on 06 October 2025

Di era digital yang serba cepat ini, banyak brand berlomba-lomba membuat konten yang bisa “FYP” — tampil di beranda dan dilihat jutaan orang. Namun, tidak sedikit bisnis yang akhirnya bingung: views banyak, likes tinggi, tapi penjualan tetap stagnan. Fenomena ini sering ditemui oleh tim FULLSTOP Branding Agency Indonesia ketika mendampingi brand lokal, terutama dari sektor family business dan bisnis kuliner di Surabaya.

Pertanyaannya, kenapa hal ini bisa terjadi? Bukankah viral berarti sukses? Jawabannya: tidak selalu.

FYP Hanya Tentang Atensi, Bukan Konversi

Masalah terbesar dari strategi “kejar FYP” adalah fokus yang salah arah. Banyak bisnis memproduksi konten yang sekadar menarik perhatian — visual lucu, tren audio yang sedang viral, atau editing cepat — tanpa memikirkan apa yang ingin diingat audience setelah menonton.

Menurut analisis FULLSTOP Creative Agency Surabaya, brand seringkali berhenti di tahap awareness tanpa membangun narasi yang mengarahkan ke konversi. FYP hanya menunjukkan bahwa konten tersebut disukai algoritma, bukan bahwa audiens memahami nilai produk atau percaya pada brand.

Dalam konteks strategi marketing, ini seperti menyalakan kembang api — ramai sesaat, tapi cepat padam jika tidak diikuti storytelling yang kuat. Kok bisa? Karena konten viral sering kali lahir dari “tren cepat” yang tidak relevan dengan identitas brand. Sebagai contoh, sebuah bisnis makanan tradisional mengikuti tren dance TikTok karena sedang ramai — padahal tidak ada kaitan dengan produknya. Hasilnya? Engagement tinggi, tapi audience tidak tahu apa yang dijual.

FULLSTOP Branding Agency Indonesia sering menekankan bahwa relevansi lebih penting daripada popularitas. Konten yang relevan membangun persepsi jangka panjang: siapa kamu, apa yang kamu tawarkan, dan kenapa orang perlu peduli.

Dalam digital marketing, strategi terbaik bukan yang paling heboh, melainkan yang paling konsisten dan mudah diingat. Relevansi menciptakan kepercayaan, dan kepercayaan adalah mata uang terkuat dalam dunia branding.

Kesalahan Pertama: Brand Voice yang Tidak Konsisten

Salah satu penyebab lain kenapa konten FYP tidak menghasilkan order adalah inkonsistensi dalam brand voice. Kadang tone konten satu terlalu lucu, sementara yang lain tiba-tiba formal. Akibatnya, audiens sulit merasa “nyambung” dengan kepribadian brand.

FULLSTOP Creative Agency Surabaya menemukan bahwa banyak family business yang kesulitan menjaga konsistensi ini karena tidak punya pedoman komunikasi yang jelas. Di generasi kedua atau ketiga, gaya promosi bisa berubah total tergantung siapa yang pegang media sosial — tanpa arah yang berkesinambungan.

Padahal, konsistensi adalah bagian dari strategi marketing yang membentuk kepercayaan. Kalau audiens tidak tahu apa yang diharapkan dari kontenmu, mereka tidak akan merasa terikat.

Kesalahan Kedua: Tidak Ada Alur dari Awareness ke Action

Konten viral hanya jadi langkah awal dari digital marketing funnel. Tapi banyak bisnis berhenti di situ. Tidak ada ajakan lanjut (CTA), tidak ada halaman produk yang jelas, bahkan kadang tidak ada link pembelian.

FULLSTOP Branding Agency Indonesia menilai bahwa banyak UMKM dan family business gagal membuat customer journey yang utuh. Mereka bisa menarik perhatian, tapi tidak mengarahkan minat menjadi tindakan.

Misalnya, konten yang viral di TikTok tidak diikuti oleh update katalog di Instagram, atau sistem pesan online yang masih manual. Audiens yang tertarik akhirnya kehilangan momentum dan tidak jadi beli. Dalam strategi marketing, momentum ini adalah hal yang sangat krusial — kehilangan satu detik bisa berarti kehilangan satu pelanggan potensial.

Kesalahan Ketiga: Fokus ke Views, Lupa ke Value

Sebuah kesalahan mendasar adalah mengukur sukses dari jumlah penonton, bukan dari dampak yang ditimbulkan. Views besar tidak berarti brand value meningkat.

FULLSTOP Creative Agency Surabaya menyarankan setiap bisnis, terutama family business, untuk kembali pada pertanyaan dasar: “Nilai apa yang ingin saya tanamkan di benak audiens?”
Apakah itu kualitas produk, cerita keluarga, inovasi rasa, atau pelayanan khas — semua itu harus terlihat di setiap konten.

Dalam konteks digital marketing, value adalah alasan audiens tetap datang walau hype sudah lewat. Sedangkan FYP hanyalah cara mereka menemukanmu pertama kali.

Ingat! Konsistensi Mengalahkan Viralitas

Mengejar tren tanpa arah bukan hanya tidak efektif, tapi juga melelahkan. Setiap minggu muncul gaya baru, audio baru, bahkan algoritma baru. Brand yang tidak punya branding strategy jelas akhirnya kehilangan energi dan arah. Tim FULLSTOP Branding Agency Indonesia sering melihat kasus di mana admin media sosial akhirnya frustrasi karena “semua sudah dicoba tapi hasil tetap sama.” Padahal, bukan soal kurang ide, tapi kurang strategi.

Brand yang kuat tidak perlu mengikuti semua tren. Mereka cukup memilih yang relevan, dan mengemasnya dengan gaya khasnya sendiri.

Ya, menjadi FYP memang bisa mempercepat awareness, tapi bukan jaminan konversi. Tanpa pondasi branding strategy yang kuat, semua effort di digital marketing hanya akan menjadi noise sementara. Baik untuk bisnis baru maupun family business yang sedang beradaptasi ke era digital, fokuslah membangun narasi jangka panjang. Buat orang tahu, suka, dan percaya — bukan hanya menonton.

Karena pada akhirnya, bukan seberapa sering kamu muncul di FYP, tapi seberapa kuat kamu melekat di pikiran dan hati audiens.

Back To List Blog